BUTTON
Saturday, December 26, 2009
Luahan Jemari Di Lagu Sepi....
aku mencari ketenangan dalam kekusutan... Dilema yang menyinggah di hati ini terlalu sukar untk di rungkai... Aku tidak ingin membenci.. tapi hati terus mendesak...namun aku ini bukan pembenci yang sejati... kebencian itu hilang di tengan aku mencuba untuk mengapai ketenangan diri... Kubeserah kepada ILLAHI. aku tidak inin terus mengejar mimpi yang misteri di tengah lautan kesepian. Aku menghilang di twengan banjir yang menumpaskan kemarau hati yang gersang... Tidak ingin mencuba untuk menyakiti sesiapa... Meski hanya untuk mempermain rasa... Cukuplah sekali aku dip ermainkan... dijadikan boneka kayu untuk kepentingan mereka... Aku belajar... Aku mengerti... Perasaan hati yang sayu tak mungkin ku tepis... namun aku berjanji... bukan untuk diriku sahaja... tetapi untuk semua di sekelilingku... Aku tidak mahu menjadi bonek lagi... aku tidak mahu di persendakan lagi... apatah lagi mengejar mimpi yang kemarau... Aku akan bangkit di lembah sepi ini.... Membajai tanah yang gersang ini... keranana aku berjanji atas nama... Pertiwi...
Menjunjung kedaulatan... Menjulang keamanan.... Cukuplah tangisan palestin dan Gaza mencurah ke bumi... Jangan biar kebinasaan merajai sanubari... Tanin ini dalam sendu...Aku meiti malam yang gersang...Mencoret sebuah lukisan...Penuh dengan titik hitam...Aku pasrah....
Friday, November 27, 2009
PENCARIAN
dia...aku...
kemana jejak kaki yang hilang...
dibawa bah..
atau di tiup bayu??
kata-kata itu terlalu menjerat...
tertanya...
konklusi harus di cari...
malam menyepi tanpa suara
Khabar itu kosong
mimpi itu hanya illusi
jemari yang bermain dimata pena
melangkah dalam gelita
tak ku hiraukan lagi...
kerana aku...
pencari konklusi...
Sunday, November 22, 2009
Jejak Hilang
Pewira yang ghaib...
Kemana arah ini...
Saat kaki tak ingin melangkah
Sendiri...
Pasti..
Meratap kekecewaan dalam kesyahduan diri yang masih lagi khilaf
Di mana akhiran cerita ini??
Sedangkan perwiranya masih lagi menyepi...
Usah lagi suara itu bertanya
Atau meratap kesepian itu
Malam yang dingin ku hapus kelukaan
Dalam mendabik dada kekecewaan
Dalam kedamaian...
Dalam ketakutan...
Menoreh rapuh illusi.......
Tuesday, November 10, 2009
Sebuah Kontra Maya
debar waktu detik ini memanjang memori lalu...
pernah ku lalui detik ini...
namun hati masih di usik debar...
gemersik rindu pada sebuah kasih...
bau harum buku yang menyanggah memori...
dah ku titipkan serunai kasih
ilmiah malap dalam ke harmonian
aku mencari..
menutup tirai malam yang kian sayup suaranya... mengapa mentafsir..
andai diri bukan pentafsir...
suara sumbang itu bergema lagi
mengisi takbir memori yang sepi..
ku semai kemarahan ini..
ku ganti siraman salju pagi
rintik noktah beralun lagi...
melodi itu menjamah pemikiran
saat minda terlalu gerun menjamah kenangan..
dalam ke alpaan yang tak henti...
Diam musnah!!
tak ku ingin jebat hidup lagi..
menderhakai duli...mencemar daulat...
atas sumpah setia sahabat kononya..
hingga tunduk di bawah nafsu
malam menjerit..
tak ku ingin...
menjalin illusi
dalam.....
sebuah kontra maya...
Tuesday, October 27, 2009
Menulis lagi tentang Hidup...
Malam yang menjengah lalu... ku intai dengan memori lalu... argh... hati ini terlalu terusik dek kta-kta yang tiada punca... langkah ini sumabng hanya krana dia brbicara... soal ap?? soal hati n perasaan... mungkin trlalu rapuh menerima kehadiran itu... tp trlalu kras untuk mengakuinya... jalan buntu bersembunyi di balik kabus yang hilang... menanti pd pagi yang muncul bersama rembulan jingga... cantikkah ia... atu hanya ingin melgakan hati alam yg ingin di sanjungi...
Mata pena x mahu memuntahkan dakwatnya lagi... langkah pula longlai dan sepi... sayu menjadi teman... tgn tak mahu lg menulis... cukuplarh berdansa di atas papan kekunci... mencari erti... sebuah kehidupan...
Monday, October 26, 2009
Hanya Menulis tentang....
Aneh perasaan bangga berpijak di bumi ini... namun, ada persoalan yang bermain di minda sejak aku terbacakan kisah di dalam sebuah majalah... benarkah ada mahluk lain yang hidup di luar bumi ini? atau ada makhluk yang tinggal di dalam perut bumi....? ak cuma percaya... adanya makhluk ghaib (jin,Iblis n syaitan) namun tidak pernah pula aku terfikir makhluk yang lain dari itu... namun ap pun yang berlaku aku cuma yakin... Tuhan Lebih Tahu...
Menulis...menulis...dan terus menulis... hobi yang takk mungkin aku singkirkan setelah ia menjadi sebahagian daripada hidupku... mungkin kdg kala masa tidak terbentang untukku menulis... namun aku yakin... pasti ada terselit masa untuk aku menulis di sini... meluahkan segala isi hati yang terpendammm
Semalam dia menganggu lenaku lagi... dengan kemanjaanya sbb katanya dia dmam... namun ap yg menghantuiku adalah suaranya saat menyanyikan lagu itu... aneh sungguh... mengapa aku terdengar-dengar akan suara itu menyanyi... ermmm mungkin diri terlalu berkhayal hingga lupa bumi nyata yang ku pijak... namun, ak ikhlas... suaranya memang sedap... ad bakat trpendam rupenye..
Aku ingin berhenti menulis di sini... penat untuk terus bercerita tanpa henti... tapi ada sesuatu yg aku amat senangi... dimarahi atas silap yg aku mmg x taw nk ubah cm new... tp l[as ini aku akan mencuba untuk merubah kesilapan itu.... cuma satu ingin aku ucapkan kpd insan istimewa, kental dan berjiwa besar... Cik Intan Salwati... bkn tidak ingin merubah kesilapan lalu cuma... x tahu bgaiman... tp ak brjanji pd diriku... x kan aku kecewakan harapan insan ini yg kurasakan... ISTIMEWA....
Tuesday, October 20, 2009
Hanya Sebuah Kisah...
Semalam aku bermimpi... sebuah mimpi yang kurasa aneh... tetapi hakikatnya aku memang sering bermimpi aneh... Tetapi, aku tidak pasti, mengapa mimpi itu terlalu segar dalam fikiranku. Menjadi suatu cereka yang di putar dan terus diputar balik ceritanya... Cuma... Aku takut... Aku takut mimpi itu menjadi nyata... Kerana aku tahu, mimpi itu terlalu kejam.. terlalu zalim untuk di realitikan... tetapi, apabila aku bangun, aku berfikir... Hidup ini ibarat layang-layang... tanpa tali pasti kita tiada arah tuju... aku terfikir... Layang-layang itu adalah kita... tetapi siapa talinya... Dalam mengatur langkah ke sekolah dengan sebuah senyuman, aku terfikir kembali, tiada siapa yang dapat menjadi tali layang-layang, tetapi tali itulah agama... Sebuah panduan yang menjadi peta penunjuk arah hidup kita... Emmm mungkin aku terlalu berangan-anagn atau tidur tidak basuh kaki.. kerana itu aku bermimpi aneh... Tetapi... aku cuma gembira... mimpi aneh yang aku alami seringkali membawa aku kepada sesuatu pemikiran yang jauh dan rasional... mungkin aku perlu terus bermimpi aneh.... HAHAHAHA...
Tuesday, October 13, 2009
KELIRU....
sepi...
ketandusan hidup yang kosong
punah dalam dakapan senja malam
aku khilaf...
di mana letaknya kemanisan
sekeping hati yang malap..
Gelap... Diam...
terdampar dalam kekeluan mata hati
Indah maya tak mungkin ku ertikan..
Malam masih panjang..
Pujangga masih ingin berpuisi
Menyanyikan lagu kehidupan..
Yang keliru.....
Monday, September 7, 2009
Di padang Itu
Aku lihat rumputnya kian tinggi
Namun aku tertewas
Tertewas dengan kehidupan yang penuh duri
Dengan berani
Sinilah anak-anak itu berlari
Tanpa sebarang kegusaran di hati
Aku terpegun
Di mana mereka memperolehi keberanian itu
Sehigga harimau di hadapan di usap laksana kucing
Keberanian yang terlalu berani
Namun itulah mereka
Tetap teguh di atas keegoan diri
Yang bukan memakan diri
Tetapi memotivasikan diri
Aku terlena..
Dalam tidur yang panjang
Di padang itu
Aku lihat......
Saturday, September 5, 2009
Cerita Tentang Kehidupan
Hati ini terlalu ingin untuk mencari kemana kekhilafan ini... Tak pernah aku terasa ingin meluahkan rasa hati.. Tapi kedinginan yang kian mengigit di jiwa ini.. Aku ingin menulis tentang kehidupan.. Aku lihat titsan hujan yang membasahi bumi.. kesejukkan dan kedinginan malam puasa yang pernuh berkat ini... Sebuah kisah bergema di ruang hatiku.. tentang kedinginan yang menjerat tangkai hati seorang kana-kanak. Putik.. Sebuah novel yang aku rasakan cukup istimewa... kisah yang aku rasakan mempunyai jiwa yang tersendiri.. Keunikkanya membuatkan aku tersentuh.. Airmata ini mengalir membaca kisah penuh tragis... Membuatkan aku sedar akan kekejaman dunia ini.. Mengingatkan aku tentang ketandusan nilai belas kasihan kepada penghuni dunia yang istimewa ini... Manusia. Manusia. Manusia.. Aku sedang berbicara tentang diriku. Tentang keluargaku. Tentang temanku. Tentang semua manusia di dunia ini. Inilah hakikatnya..
Aku menulis lagi...
Sebuah coretan yang aku juga masih kabur arah tujunya.. Namun yang pasti.. Inilah yang ingin ku tuliskan. Memutarkan setiap kata yang penuh tersusun di sebalik kegelisahan hati ini. Apa yang mengangguku? Apa yang membuatkan aku berasa pilu dalam kedinginan malam ini. Jangan biarkan hati ini tehanyut.. Itulah kata akalku.. Hati adalah punca segalanya.. Kerana hati yang menjadi pembentuk diri manusia itu. Sifat tamak, benci, dendam, cinta, kasih,kehilangan dan segala perasaan yang mencerobohi minda.. Itulah rasa di hati. Hati ini berbisik.. Jangan kau mudah diperdayakan olehku.
Friday, September 4, 2009
Cerita Sebuah Malam
“Sayang, malam ni I nak bawa you ke suatu tempat yang special” bunyi suara seorang remaja lelaki menerjah masuk kek gegendang telingaku. Ku toleh ke belakang, seorang remaja lelaki sedang merangkul pinggang remaja perempuan yang ku kira separuh bogel. “Ke mana?” dengan liuk manja yang penuh menghairahkan gadis itu bertanya. Aku tahu kemana! Hatiku menjerit sambil senyuman kuukir. Tak ingin ku biarkan telingaku mendengar kata-kata yang bagaikan madu manisnya namun punya hempedu realitinya. Langkah ku atur terus membelah jalan
Aku melangkah meninggalkan dataran merdeka yang ku kira bukan laluan selamat untuk pejalan kaki sepertiku ini. Aku hanya mempertaruhkan nyawaku sahaja berjalan di tengah lautan manusia yang sememngnya tidak menghargai nyawa mereka. Satu lorong gelap ku susuri dengan penuh penyesalan. Sesal dengan sikap generasi yang kian rosak akhlaknya. Tiada lagi gadis yang pemalu duduk di rumah membantu ibu bapa. Tiada lagi jejaka yang bekerja siang malam demi mencari rezeki. Tapi yang ada cumalah remaja yang berpakaian sendat seperti buah nangka. Gadis yang berpakaian separuh berbogel. Generasi yang sudah tidak tahu menghargai masa dan tenaga. Sisa hidup di curahkan di atas jalan tar yang sentiasa dahagakan darah dan daging.
Hatiku terus memuji kebesaran Allah yang menciptakan ala mini untuk aku nikmati. Langit hitam kurenung. Bulan mengambang penuh menyambut kehadiran tahun 2008. bintang turut bersinar cerah mengerdipakan kilauanya yang sering memikat aku untuk terus memandangnya. Hatiku terus memuji. Tidakkah anak-anak muda itu terasa saying untuk membiarkan mata mereka terpejam sebelum sempat mereka mengagumi langit itu. Mengagumi ciptaan Allah itu? Sayangnya, waktu yang dikurniakan di sia-siakan.
“Hai” tegur suara manja menyentak lamunanku. Pandanganku alihkan kepada pemilik suara manja itu. “Seorang saja? Nak I temankan?” Tanya wanita yang kukira seumur denganku. Pakaian blaus merah ketat membaluti tubuhnya. Bau arak kuat datang dari bibir merahnya. “Saya sudah di temani” ujarku sambil tersenyum “Aneh. Bukankah you seorang saja di sini?” wanita itu dibelenggu kehairanan “Saya ditemani yang di atas
“Siapa namamu?” tanyaku “Rozy” akui wanita itu membuatkan aku tersenyum lucu “Bukan nama glamour, tapi nama penuh” ujarku membuatkan wanita itu terdiam. “Jangan tertawakan aku” pinta wanita itu membuatkan aku mengangguk faham. “Namaku Siti Aisyah” Siti Aisyah memperkenalkan dirinya “Cantik nama, nama isteri Rasulluah yang menjadi salah seorang pendukung Rasulluah dalam perjuanganya” ucapku membuat wanita awal 20-an itu terpempam. “Siapakah Rasulluah itu?” pertanyaan Siti Aisyah membuatkan aku beristghfar di dalam hati. “Siti Aisyah tidak mengenali Rasullah s.a.w?” tanyaku pula. Wanita itu tersipu malu apabila aku memanggilnya dengan nama penuhnya. “Sejak bila Siti Aisyah di sini?” tanyaku setelah beberapa lama menyepi “Sejak umurku 10 tahun” ujarnya membuatkan aku mengerti mengapa dia tidak mengenali tentang Islam.
“Di mana bapa dan ibu Siti Aisyah?” tanyaku lagi “ibu sudah lama meninggal, sejak aku berusia 4 tahun” jawab Siti Aisyah. Kegelapan malam yang semakin pekat membuatkan aku tidak dapat melihat riak wajah Siti Aisyah dengan jelas. Tulangku mula di gigit kedinginan malam yang kian lewat. “Bapa?” tanyaku apabila Siti Aisyah tidak menyentuh soal bapanya. “Aku tak tahu dia berada diman. Hidup atau mati, aku tidak tahu sejak aku tercampak ke sini kerana ketamakkannya” nyata nada penuh jelek dilontarkan wanita itu. Mungkin dia juga mencebikkan bibirnya dan menarik muka masam. Aku sendiri tidak pasti.
“Maksudmu?” tanyaku yang diburu kehairanan pula. “Cerita hidupku terlalu panjang. Mungkin bisa kau buatkan sebuah novel. Mungkin bisa menjadi drama bersiri yang panjang. Namun, segalanya menyimpan sejuta kepahitan yang tak tertanggung oleh jiwa ini” dalam kesamaran, aku melihat Siti Aisyah mengesat pipiny. “Andainya Siti Aisyah sudi, bisakah di ceritakan padaku?” tanyaku “Mungkin tidak bisa kerana aku khuatir ‘tauke’ nampak” “Kita berbual jauh dari sini” cadangku “Tapi… tak mengapalah, aku turutimu” lantas langkah ku atur ke gerai burger di tepi jalan. Siti Aisyah mengekori tanpa soal. ‘Wanita ini terlalu polos. Terpedaya oleh orang yang tamak’ detik hati keciku.
“Pesanlah makananmu” arahku kepada Siti Aisyah. “Kamu?” Tanya Siti Aisyah setelah aku menyepikan diri seketika. “Tak mengapa, cukuplah segelas air suam” pintaku. Setelah remaja yang mengambil pesanan makanan itu pergi aku memandang Siti Aisyah. Kini barulah wajahnya tampak jelas di mataku. Cantik, jika tidak di calitkan dengan mekap yang bergitu tebal, aku yakin kecantikanya lebih terserlah. “Sambunglah ceritamu” ujarku setelah merenung wanita itu seketika. “Semuanya bermula apabila aku berusia 9 tahun”
“AISYAH!!” laung Shuib. Aisyah berlari-lari anak mendapatkan ayahnya. “
“Aisyah!” suara panggilan Shuib mematikan lena Aisyah. “Ya ayah” jawab Aisyah dalam keadaan mamai. Aisyah melangkah lemah membuka pintu rumah peniggalan arwah atuknya. “Buka cepat!” perintah ayhnya membuatkan langkah Siti Aisyah terus sahaja laju. Terketar-ketar tangan kecilnya membuka pintu. Shuib pulang dalam keadaan mabuk lagi. Namun bukanlah suatu kehairanan buat Siti Aisyah kerana seringkali Shuib pulang dalam keadaan mabuk. Namun, malam itu permulaan kepada kegelapan hidup Siti Aisyah. Shuib merogol telah merogol Siti Aisyah. Namun, pada usia setahun jagung, Siti Aisyah tidak mengerti apa yang berlaku keatas dirinya. Kesakitan yang di alami di tanggung sendiri.
“Aisyah” suara lembut Ustazah Zaleha mengejutkan kanak-kanak itu dari
tidurnya. Dirinya tanpa seurat benang terbaring lemah di ruang tamu. Namun, bunyi suara ustazah Zaleha membuatkan Siti Aisyah mengagahkan diri untuk bangun. Sehelai kain lusuh dicapainya membaluti tubuhnya yang telanjang. “Ustazah” bibirnya memngukir secalit senyuman hambar. Kesakitan pada alat sulitnya membuatkan dirinya terasa bergitu lemah.
“Astaghfirullah Aisyah, kenapa ini?” Ustazah Zaleha cemas apabila tiba-tiba sahaj Siti Aisyah pengsan di hadapanya. “Aisyah,Aisyah, bangun” panggil Ustazah Zaleha lembut. “sa…kit” terketar-ketar Siti Aisyah mengucapkan kalimat itu. “Apa yang berlaku Aisyah?” Tanya Ustazah Zaleha kian cemas “Aisyah tak tahu” jawab kanak-kanak itu. Ustazah Zaleha mengendong Siti Aisyah alu dimasukkan kedalam kereta kancilnya. Ustazah Zaleha membawa Siti Aisyah ke hospital yang terletak di pekan. Siti Aisyah perlu dirawat segera.
“Puan ini ibu kanak-kanak itu ke?” Tanya doktor yang keluar dari bilik rawatan. Lelaki tinggi lampai itu menyapa Ustazah Zaleha membuatkan Ustazah Zaleha tersentak dari lamunannya. “Tak, saya jiranya. Ibunya sudah meninggal dunia. Ayahnya saya tidak tahu berada di mana” ucap Ustazah Zaleha jujur.
“Setelah kami memeriksa…”
“Siti Aisyah”
“Ha, Setelah kami memeriksa Siti Aisyah, dia mengalami demam tinggi. Namun ada sesuatu yang lebih mengejutkan kami”
“Apa dia doktor?”
“Bahagian kemaluanya luka teruk seakan dia telah…”
“Dirogol?” sampuk Ustazah Zaleha cemas. Doktor bertag nama Hafizi itu mengangguk membenarkan kata-kata Ustazah Zaleha. “Subhanallah” ucap Ustazah Zaleha kesal. “Saya rasa ada baiknya puan pergi ke balai untuk membuat laporan kes ini. Siti Aisyah terlalu kecil untuk menerima perhubungan seperti ini. Pekara ini boleh mendatangkan kesan negatif terhadap Siti Aisyah” cadang Dr. Hafizi. “Baiklah, saya usahakan. Tapi bagaimana kita boleh kesan pelakunya?” Tanya Ustazah Zaleha. “Terdapat sisa air mani pada badan Siti Aisyah. Kami telah ambil sampelnya. Namun, puan perlu nyatakan suspek supaya kami dapat mengambil sample DNA untuk di padankan” ujar Dr.Hafizi. “Aisyah dah sedar?” “Belum. Kami suntik ubat tidur memandangkan keadaanya tadi perlukan rehat yang cukup” “Kalau bergitu saya pergi ke balai dahulu, nanti saya datang jemput Aisyah” terang Ustazah Zaleha.
“Aisyah, ustazah nak tanya, apa yang berlaku semalam?” Tanya Ustazah Zaleha lembut “Aisyah tak tahu. Ayah balik mabuk. Lepas tu dia tanggalkan pakaian Aisyah. Aisyah rasa sakit, tapi ayah tak peduli” ujar Siti Aisyah jujur. Wajah Siti Aisyah redup tidak ada riak keceriaan di wajahnya. Malah, wajahnya pucat dan lesu. Apalah nasib kanak-kanak ini. Seharusnya dia berada di sekolah membaca dan mengeja namun dia kini terpaksa tinggal di rumah. Melakukan kerja yang bukan tanggungjawabnya. Kini dia di rogol pula. Tetapi dirinya langsung tidak mengerti apa yang terjadi kepadanya.
Ustazah Zaleha dapat menangkap maksud Siti Aisyah. Bermakna, tida susupek lain melainkan Shuib sendiri. Setelah menghantar Siti Aisyah pulang, Ustazah Zaleha bergegas ke balai polis untuk menceritakan apa yang diperkatakan oleh Siti Aisyah. Pihak polis memutuskan untuk menahan Shuib sehingga keputusan DNA keluar. Ternyata memang Shuib pelakunya. DNA Shuib dan DNA air mani pada badan Siti Aisyah ternyata sepadan. Shuib memaki-hamun Ustazah Zaleha sebaik sahaja melihat kelibat wanita itu di Mahkamah Majistret sewaktu perbicaraan kes Shuib.
Namun, siapa sangka, walaupun telah dihukum, Shuib masih lagi menjalankan urusniaga. Siti Aisyah di jual kepada Ah Leong, bagi melangsaikan hutang judinya. Pada mulanya Ah Leong merasakan urusniaga tersebut merugikanya, namun setelah di terangkan oleh Shuib, nyata urusniaga itu lebih menguntungkanya.
Seawal usia 10 tahun, kehidupan Siti Aisyah sudahpun diperkenalkan sisi gelap yang jijik itu. Meskipun masih kecil, namun sepanjang tempoh memperkenalkan Siti Aisyah kepada dunia penzinaan, Siti Aisyah di didik dengan cara-cara menjadi pelacur pujaan dan sering menjadi pilihan. Pendidikan yang terlalu cetek membuatkan Siti Aisyah terjerumus. Dunia yang mulanya dianggap jijik mula di sukai. Akhirnya, Aisyah tersungkur dalam nafsu dan ketamakan.
Siti Aisyah mengesat airmatanya. Nyata peristiwa lampau hidupnya bukanlah suatu peristiwa menarik yang sering sahaja ingin di kenang. Zaman kanak-kanak yang indah bagi orang lain berbeza dari Siti Aisyah. Aku beristighfar di dalam hati. Ruginya bagi Shuib. Amanah yang paling besar dalam hidupnya di khianati. Malah, andainya dirinya telah di jemput ke alam barzakh, pastinya tiada doa kudus untuknya dari anaknya. Saying seribu kali saying. “Siti Aisyah tidak ingin mencari Pak Shuib?” tanyanya
“Kenapa perlu aku cari manusia yang menjerumuskan aku ke sini?” nada amarah menguasai diri Siti Aisyah “ kerana dia ayahmu. Insan yang telah membawamu ke dunia ini. Bukankah tanpa kehadiranya, mustahil Siti Aisyah dapat melihat dunia ini. Melihat langit yang cantik itu. Merasai kedinginan air ini. Berkenalan dengan Ustazah Zaleha, aku dan orang di sekelilingmu” ujarku membuatkan Siti Aisyah tertunduk. “tapi hati ini sakit. Terlalu sakit. Sudah tiada penawarnya. Racun yang ditaburi ayahku terlalu kuat. Aku tidak mungkin bisa memaafkan kesalahan dirinya padaku” luah Siti Aisyah dalam esak tangis membuatkan hatiku tersentuh. Aku seakan merasai kkepedihan yang ditanggung Siti Aisyah.
“Bukan bermakna ibumu juga bersalah” kata-kataku membuatkan pandangan Siti Aisyah kembali terarah kepadaku. “Ibu?” “Bertahun kau tinggalkan kampung halamanmu, ibumu bersemadi di situ. Sendirian” “Tapi..” Pulanglah ke kampungmu, aku pasti kau akan memperoleh kembali kebahagiaan yang hilang. Kedamaian jiwamu. Kembalilah ke pangkal jalan Siti Aisyah” ucapku “mustahil aku bisa keluar dari cengkaman manusia binatang di sini. Mereka takkan pernah melepaskanku” “tapi kau bisa melepaskan dirimu sendiri” sampukku “kau tidak faham. Hati ini memberontak untuk keluar dari dunia yang kotor ini namun tak bisa. Pernah aku
Aku mengerti posisi Siti Aisyah. Namun, hati adalah perancang segalanya. Kehendak dari hati pasti tidak dapat dihalangi. Seperti aku. Atas kehendak hati ini aku berada di sini.
Keinginan untuk bebas membuatkan aku tegar meniggalkan segala kemewahan yang ku nikmati sejak mataku ternuka melihat dunia ini. Kehendak hati yang pelik pada pandangan ibuku. Namun, restunya membuatkan perjalanan ini kian bermakna. Pelbagai cerita aku kumpulkan menjadi motivasi buat diri ini.
“Ikutlah kata hatimu Siti Aisyah. Hati penentu segalanya. Jika hatimu ingin, halangan itu hanyalah cabaran yang harus kau tempuhi. Bukan senang untuk mencari kesenangan” ucapku seraya bangun dari tempat dudukku. Langkah kuatur meneruskan perjalaan membelah jalan
Aku menoleh ke belakang apabila aku terdengar lungan seorang wanita. Siti Aisyah berlari memdapatkan aku. “Kenapa?” soalku sebaik sahaja wanita itu menghampiriku “tolong bawa aku pergi dari sini” pinta Siti Aisyah “kau yakin. Kau tidak takut jika mereka mencari kau dan memukul kau dengan teruk?” tanyaku sekadar menguji “hatiku katakana itu kemahuanku. Aku ingin keluar dari lembah jijik ini. Aku ingin melawat pusar ibu. Aku ingin bertemu Ustazah Zaeh dan kembali mengenali Islam. Aku ingin mencari ayahku dan memaafkan kesilapanya. Aku ingin berubah”
Kesungguhan siti aisya mengucapkan setiap kata-katanya membuatka aku mengukirkan segaris senyumn. “Jika itu kehendak hati seorang Siti Aisyah, aku tidak pernah menghalang. Namun sudah aku katakana, bukan senang untuk senang. Pastinya ada cabaran menantimu. Kau haru tabah dan kuat. Jangan tewas kepada dunia demi mencari akhirat. Namun jangan kau lupakan dunia kerana terlalu obsess terhadap akhirat” ucapaku “aku akan
“Layakkah aku menerimanya?” Tanya Siti Aisyah “kau kini adalah musafir. Pengembara kea rah kebaikan. Aku ingin membantu. Terpulang padamu untuk menerima huluran bantuan ini atau tidak” ucapku “Terima kasih, andainya aku bertemu dengan kau lagi, aku akan pulangkan wang ini kepada kau” ujar Siti Aisyah “tak perlu. Aku memberikan kepadamu dengan ikhlas. Aku gembira dapat membantu perjalananmu kearah kebaikan” ujarku seraya melangkah pergi.
Malam yang panjang menyimpan sebuah kisah tragis. Senuah kisah yang akhirnya membawa kepada peubahan. Satu anjakan paradigma dalam diri seorang wanita sebelum dirinya terlewat untuk kembali ke pangkal jalan. Aku menyusuri jalan yang kian sunyi. Masih ada lagi pasangan merpati bergelandangan sambil berpeluk-pelukan. Kemanakah maruah mereka. Mungkin sememangnya mereka tidak tahu apa itu maruah.
Langit yang gelap aku renung. Bulan masih setia di situ. Dikelilingi bintang begermelapan. Mungkin pungguk tidak lagi berlagu sayu. Sang kekasihnya sudah menjelma. Perjalanan masih belum tamat. Namun, aku mula mengenali diri. Aku mula memahami situasi. Disinilah cerita sebenar. Drama yang sebenar. Dijalan
-TAMAT-
Saturday, August 29, 2009
Bercerita Lagi Tentang Natrah...
Friday, August 28, 2009
CERMIN..
Monday, August 24, 2009
LUKISAN KEHIDUPAN
Walaupun tangan letih mencoreknya
Tapi mata bahagia melihatnya
Hati puas dengan hasilnya
Malam yang dingin mencebur kedinginan
Antara sedar dam lelap
Tiada beza yang ketara
Si pari-pari mengejar mimpi puteri
Agar terhapus tangis
Terjelma sebuah kasih
Sang kehidupan
Malam kesepian
Dian yang nian
Mati di persimpangan
Dilema yang kian hilang…
Monday, August 17, 2009
CARI
Dimana letaknya hati mereka
Masihku menanti
Mentari yang sinarnya ceria
Mata layu… sayu…
Masih bertahan di hujung rindu
Buat sang pungguk
Tiada lena di kalam malam
Kerana sang kekasih
Terus jadi pujaan’
Tiada guna menagih sesuatu yang tak pasti
Malam yang sebak
Mencari
Menanti
Kasih yang tak kembali
Wednesday, August 12, 2009
Tuesday, July 28, 2009
MENULIS BUAT NATRAH/BERTHA
Keyakinan kembali menerjah diri ini, andai masa itu adanya seseorang yang membantu Natrah untuk terus yakin dengan Islam, pastinya Natrah tidak akan terjebak dengan tipu helah pihak Kristian lantas membuatkan Natrah murtad. Namun, siapa tahu hati Natrah? mungkinkkah cinta buat Islam masih utuh dalam dirinya sehingga hembusan nafasnya. Mungkin jauh di sudut hatinya, masih ada sisa keimanan yang utuh. Keinginan menyejukkan dirinya dengan kedinginan air wuduk. Mungkin masih ada keinginan untuk sujud menghadap kibalt sepertimana diasuh oleh wanita yang cukup menyanginya. Wallahualam. Hanya Allah yang tahu segala yang tersemat di sudut hati Natrah saat menghembuskan nafasnya yang terakhir. Moga Natrah sempat kembali ke jalan Allah sebelum nafas terakhirnya kerana jika ya, itulah kemenangan buatnya. Amin...
Friday, July 10, 2009
Monday, June 29, 2009
The Life
Life Is a Journey... itu kata orang puteh... memang hidup ini satu perjalanan yang sangat jauh. kadang kala kita tak sedar bila kita berada di tempat yang selamat dan sebenarnya kita berada di tempat yang jauh. Aneh bin ajaib.. kenapa kita tidak menyedarinya??? sedangkan perkara itu ada di depan mata kita. akur dan tega...
Namun kita harus sedar bahawa hidup ini umpama roda.. janganlah terlalu selesa di atas sealiknya jadilah yang terbaik antara yang terbaik.. berusaha mencapai kejayaan itu kerana kejayaan itu ada di hadapan sana. cuma kita tak tahu apa yang berada di tengahnya. mungkin... lautan api? atau sebenarnya salji yang tebal.. mungkin hutan amazon yang dalamnya menanti seekor anakonda... Walaubagaimanapun, hendak seribu daya, tak hendak seribu dalih... jadilah yang terbaik!! jangan siakan kejayaan itu... capailah ia.. usah biarkan cabaran itu membuatkan anda kecewa ataupun berputus asa dan menjadi insan yang tidak berguna..
Thursday, June 11, 2009
Sebuah kenangan yang tak mungkin di lupakan. buat pertama kali aku menyertai pertandingan puisidra. walauoun hanya pada peringkat sekolah, namun kami berpuas hati dapat menjayakanya. Emm... mungkin malam persembahan itu kami tidak dapat melekukanya seperti yang dirancang. Aku berharap agar kumpulan kami memenangi pertandingan ini... Huhuhu!!!
Sunday, June 7, 2009
MEREKA DAN MEREKA
Bau hanyir menusuk kedalam rongga hidung
“Sungguh Busuk baunya”kata mereka
Sedangkan mereka sendiri yang melakukanya
Busuk itu datang dari jasad yang mereput
Jasad yang mereka tembak menggunakan senapang mereka
Jasad yang mereka tindas dengan penuh kemegahan
Apa kesalah kanak-kanak itu?
Apa kesalah wanita dan orang tua itu?
Sehingga mayat mereka mereput tanpa pusara
Sehingga berkecai badan mereka akibat bom
Apa yang telah mereka lakukan
Sehinggakan mereka menjerit,meraung tanpa arah
Meminta simpati,menagih kasih
Kemana perginya mausia durjana itu
Bersama gelak tawa
Yang mereka ragut dari wajah-wajah itu
Kemana rasa simpati mereka hilang
Apakah tiada secebis rasa kasihan dalam hati mereka
Apakah telinga mereka telah dipekakan?
Sehingga mereka tidak dapat mendengar rintihan itu
Apakah mata mereka telah buta?
Sehingga mereka tidak nampak mayat-mayat itu
Ya Tuhan,apa yang hamba-hambamu lakukan di bumimu
Kenapa mereka bergitu kejam
Dimana pergi hati nurani mereka Ya Tuhanku
Apakah mata hati mereka telah dibutakan
Oleh kegelapan yang menyelubungi diri mereka
Kupanjatkan doa padamu
Agar keamanan kembali di dunia ini
Agar tegaknya keadilan pada wajah-wajah itu
Agar mereka sedar
Apa itu ‘Perikemanusiaan’
Friday, June 5, 2009
Buat tatapan....
Monday, March 23, 2009
Friday, March 13, 2009
Kehidupanku
Suatu saat kau terjunam
Ke dalam sebuah perasaan..
Yang kau sendiri susah untuk di mengerti
Yang kau sendiri tak pasti..
Kerana...
Kau sendiri tidak tahu..
Untuk pakah ia hadir...
Menjengah hidupmu yang pudar...
Dalam kenangan waktu lalu...
Illusi dan impian
Kekasih dan di kasihi..
Hambar dan hampar..
Di hembus angin
Yang rakus dan kasar...
Membawa pergi perasaan hati...
JULIA
“Julia!”panggil Pn Rozni guru matematik kelas 2 Sentosa.Seorang gadis bangun dari kerusinya.Dia ialah pelajar yang membawa buku ‘Rahsia Tebing Biru tadi. “Julia tolong saya ambilkan kertas ujian di dalam kereta saya,saya terlupa untuk membawanya sekali”pinta Pn Rozni “baik cikgu”jawab Julia lembut.
Lima belas minit kemudian Julia kembali dengan membawa kertas yang tebal.“Baiklah pelajar,saya akan adakan ujian mengejut untuk memastikan kamu sentiasa bersedia tanpa dipinta” kelas 2 Sentosa menjadi hingar-bingar.Ada yang kelihatan seperti tidak berpuas hati dengan ujian mengejut itu.Namun lain pula reaksi Julia,Julia kelihatan tenang sedangkan pelajar lain mula merungut.
Pelbagai reaksi yang dapat Pn Rozni lihat semasa pelajar 2 Sentosa menjawab ujian yang diberikan.Ada yang berkerut dahi menjawab soalan,ada yang menggaru-garu kepala yang tidak gatal dengan pensel dan terdapat juga ada bunyi seperti tikus berdecit.
Setelah selesai menjawab semua soalan kedengaran tarikan nafas lega dari pelajar namun ada juga yang kelihatan gelisah kerana tidak yakin lulus dalam ujian mengejut bergitu. Pn Rozni hanya tersenyum melihatkan para pelajarnya,tetapi seorang pelajar menarik perhatianya sejak bermulanya ujian hingga tamat pelajar itu kelihaan tenang dan bersedia. Pelajar itu ialah Julia.
“Ju aku tengok kau ‘steady’ saja jawab soalan math tadi kau tak risau ke?”tanya Rozana kwan yang paling rapat dengan Julia. “Kebetulan malam tadi jadual study aku matapelajaran Matematik”ujar Julia sambil tersenyum “untungnya kau”ujar Rozana sambil mengherotkan bibirnya “kebetulan saja” balas Julia lembut.
Seperti kebiasaan setiapa kelas apabila ketiadaan guru pasti sahaja bising,bergitu juga dengan kelas 2 Sentosa.Selepas Pn Rozni keluar para pelajar mula bangun dari kerusi menuju ke meja rakan yang lain.Terutamanya pelajar perempuan,ada saja perkara yang ingin di bualkan.
Lain pula pelajar lelaki mereka tidak suka duduk berkumpul di satu meja.Kebiasaanya perkara yang mereka lakukan ialah bermain di bahagian belakang kelas atau mengusik pelajar perempuan.
Namun dalam kesibukkan bercerita tentang isu semasa atau bermain ada juga yang duduk diam membaca buku.Julia termasuk dalam golongan pendiam.Namun hanya berberapa orang sahaja yang bersikap diam kebanyakan ialah duduk berkumpul bercerita tentang perkara di sekeliling.
Tidak lama kemudian kelas bertukar senyap apabila En Rosli,guru matapelajaran sejarah.En Rosli antara guru yang ditakuti para pelajar.Guru yang sudah berusi itu tegas dalam mendidik pelajar namun kadangkala ada juga jenaka yang dibuatnya untuk mengurangkan tension para pelajar.
Tajuk Campur Tangan British Di Tanah Melayu agak sukar kerana banyak melibatkan nama sulatan dan penasihat British di tanah melayu.Semua pelajar menumpukan perhatian kerana takut tertinggal nota penting.
Namun lain pula Julia,Julia bukan sahaj menumpukan perhatian tetapi mencatit setiapa kata kunci setiap point-point penting.Sebuah buku kecil dijadikan buku nota mininya yang dibwa kemana sahaja.
“Baiklah pelajar saya akan menguji kamu, saya beri tempoh 10 minit untuk kamu hafal nama Negeri,siapa sultanya dan penasihat yang di hantar oleh British ke negeri itu.
Kelas menjadi senyap tanpa sebarang bunyi.Semua pelajar sibuk menghafal.Mereka tahu hukuman jika mereka tidak dapat menjawab dengan betul.Sepuluh minit berlalu dengan pantas.Semua pelajar bersedia disoal. En Rosli meminta semua pelajar berdiri.
“Baiklah,kamu Faiz siapakah penasiaht British di Pahang?”tanya En Rosli “em…J.P Rodger cikgu”jawab Faiz penuh yakin “bagus, kamu boleh duduk” ujar En Rosli bersama senyuman terukir di bibirnya.
Setelah selesai menyoal semua pelajar En Rosli memberikan kerja rumah.Setelah selesai En Rosli beredar keluar kerana masanya telah tamat.Pelajar 2 Sentosa mula mengemas buku. Masa kedua akhir hari itu akan diadakan di bengkel kerana masa terakhir mereka ialah Kemahiran Hidup.Pelajar lelaki menuju ke bengkel kayu manakala pelajar perempuan menuju ke bengkel Jahitan.
Masa berlalu dengan pantas.Loceng pulang berdering menandakan tamatnya sesi persekolahan pada hari itu.Pelajar pulang setelah memenuhkan minda mereka dengan ilmu yang mereka baru pelajari.
Julia pulang dengan menaiki basikal yang dibeli hasil mengumpul tin kosong.Julia tinggal di rumah pusaka atuknya di kampung Seri Kenanga yang mengambil masa 10 minit untuk ke sekolah dari rumahnya.
Namun apabila Julia sampai di rumahnya senyuman yang terukir di bibirnya berubah apabila melihat rumahnya di penuhi penduduk kampung.Julia tertanya-tanya apakah yang berlaku sebenarnya.Julia berlari masuk ke rumahnya untuk mengetahui apa yang berlaku.
Kaki Julia longlai apabila melihat sekujur jasad yang terkujur kaku di ruang tamu. Berberapa penduduk kampung sedang duduk membaca yassin.Julia melangkah perlahan menuju ke jasad yang ditutupi kain batik itu. Dada Julia berdebar-debar menyelak helaian kain yang menutupi jasad itu.
Seluruh tubuh Julia menggigil apabila mendapati jasad yang terbaring kaku itu adalah ayahnya.Julia mendapatkan ibunya yang sedang ditenangkan oleh Mak Cik Rubi jiran Julia.Julia menangis teresak-esak dalam dakapan ibunya.
Ayah Julia meninggal dunia akibat kemalangan dengan kereta.Ayah Julia menunggang motosikal menuju ke pekan untuk menghantar getah yang telah siap ditorehnya. Namun sampai di simpang tiga sebuah kereta wira hitam merempuh ayah Julia.Ayah Julia meninggal dunia dalam perjalanan ke hospital.
Sejak itu,segala makan,minum dan pakaian 5 orang adik-beradik Julia termasuk Julia diuruskan oleh ibu Julia.Julia faham akan kepayahan ibunya untuk menguruskan dia dan empat orang adiknya yang masih kecil seorang diri.Julia mengambil keputusan untuk bekerja di warung Wak Leman setiap hujung minggu.
Julia meperolehi upah RM 20 sehari. Dengan wang itu Julia membeli buku dan membayar yuran.Julia dapoat meringankan beban ibunya.Jika mempunyai lebih Julia akan memberikan wang itu pada ibunya untuk membeli barang dapur atau keperluan adiknya sekolah adik kedua dan ketiganya, Safuan dan Hana.
Namun kehidupan susah Julia tidak menghalangnya untuk terus belajar.Julia merancang jadual harian bagi memastikan dia dapat membahagikan masanya untuk belajar dan menjaga adik-adiknya.
Julia mendapat tempat pertama didalam peperiksaan penilaian penggal 1.Julia menerima pelbagai ucapan tahniah.Namun tak semua menyukai Julia.Ada juga yang dengki dengan kecermelangan Julia dan merancang untuk menjatuhkan Julia.
Namun nasib Julia tidak selalu baik.Pada suatu hari sedang Julia belajar matapelajaran Bahasa Melayu dengan Pn Safiza,tiba-tiba Pn Safiza mendapat panggilan dari seseorang.Riak wajah Pn Safiza kelihatan berubah setelah mendapat panggilan telefon tersebut
“Julia mari sini”panggil Pn Safiza setelah selesai menjawab panggilan telefon tersebut. Julia melangkah menghampiri meja guru yang dialas menggunakan kain bewarna biru lembut. “Kenapa cikgu?”tanya Julia.Wajah Pn Safiza menggambarkan sesuatu yang buruk telah berlaku.
“Julia….”Pn Safiza menarik nafas.Berat hatinya untuk memberitahu hal sebenar.Julia mash menanti kata-kata seterusnya dari Pn Safiza “Julia…mak awak..”Pn Safiza tidak sanggup meneruskan kata-katanya. “Kenapa dengan mak saya cikgu”tanya Julia bimbang. Nada suaranya sedikit kuat menjadikan kelas tiba-tiba menjadi senyap tanpa sebarang suara yang berdecit sedikit pun.
Semua mata tertumpu pada Julia dan Pn Safiza. “Julia..mak awak dalam keadaan kritikal sekarang di hospital…Mak awak bergelut dengan harimau di kebun getah.” Ujar Pn Safiza.Bagaikan dentuman guruh sedang bergema di telinga Julia apabila mendengar kata-kata guru kelasnya itu. “Mak”ucap Julia perlahan namun dapat di dengar oleh Pn Safiza.
Mata Julia mula berkaca.Manik-manik jernih membasahi pipinya. “Cikgu..”panggil Julia lemah Pn Safiza memandang Julia menanti kata-kata dari Julia “cikgu boleh tolong hantar saya ke hospital”pinta Julia.Wajah ibunya menari-nari di dalam kotak fikiranya.Fikiranya hanya dipenuhi wajah ibunya.
Pn Safiza meminta kebenaran pengetua untuk menghantar Julia ke hospital.Namun sesampai sahaja Julia dan Pn Safiza di hospital segalanya telah terlambat.Ibu Julia baru sahaja menghembuskan nafas yang terakhir.
Julia tidak dapat ke sekolah untuk menjaga adiknya Sarif yang baru berumur lima tahun dan Rokiah yang berumur dua tahun.Pn Safiza meminta Julia untuk ke sekolah namun Julia tidak mampu untuk ke sekolah.
“Julia awak ada masa depan yang cerah jadi.awak perlu ke sekolah untuk menerangi masa depan awak dengan ilmu” pujuk Pn Safiza pada suatu hari.”cikgu saya bukan tak mahu tapi kalau saya ke sekolah siapa yang akan menjaga adik saya”jawab Julia lembut.
“Julia awak antara pelajar harapan sekolah awak tahu tak”ucap Pn Safiza
“Maafkan saya…saya tak mampu..”
“tak awak mampu Julia..saya yakin..”
“tak…jangan terlalu mengharap cikgu”
“Julia…”
“maafkan saya…saya minta diri dulu”
Julia berlalu pergi meninggalkan Pn Safiza dibawah pokok mangga hadapan rumah pusaka arwah datuknya.
Dua bulan kemudian pihak sekolah datang ke rumah Julia untuk menghulurkan bantuan.Akhirnya Julia mengambil keputusan untuk kembali bersekolah.Adiknya diserahkan kepada jiranya,mak cik Rubi untuk dijaga semsa dia ke sekolah.
Namun kembalinya Julia ke sekolah Julia dibuli oleh Sofia dan rakan-rakanya.Julia diminta untuk membuat kwerja sekolah mereka. Julia pada tidak mahu namun setelah diugut Julia akur.Rozana,kawan karib Julia mengetahui hal tersebut memberitahu Pn Safiza. Sofia dan rakan-rakanya dihukum.Sejak hari itu Julia tidak lagi dibuli.
Namun Julia menghadapi masalah apabila adiknya Safuan,tidak mahu ke sekolah kerana sering di buli oleh pelajar yang dipanggil Robyn.Julia terpaksa ke sekolah Safuan,Julia memberitahu guru Safuan tentang masalah adiknya menyebabkan safuan takut untuk ke sekolah.
Peperiksaan penilaian akhir tahun semakin hamper.Julia perlu mengatur dengan teliti jadual harianya.Julia tertinggal matapelajaran disebabkan dia tidak hadir ke sekolah selama dua bulan.
Peperiksaan akhir tahun telah tiba. Berbekalkan ilmu di dada dan doa kepada Yang-Esa.Julia menjawab dengan penuh yakin soalan-soalan perperiksaan.Julia menjawab setiap soalan peperiksa dengan tenang.Dia masih ingat pesan ibunya “jika ingin melakukan sesuatu dengan baik lakukan dengan tenang,jangan gopoh” itulah kata-kata ibunya yang di pegang setiap kali melakukan sesuatu.
“Julia jom”panggil Rozana ketika Julia sedang membaca buku di meja “kemana?” tanya Julia. “Apalah kau ni kan hari ni keputusan keluar,kau tak nak tengok result kau ke?”ujar Rozana “Ya Allah aku lupa”ujar Julia. Julia bangun dari kerusinya,satu senyuman dilemparkan kepada Rozana
Julia bagaikan tidak percaya dia mendapat tempat pertama di dalam kelas dan juga di dalam tingkatan.Julia duhujani ucapan tahniah dari rakan.Akhirnya usahanya selama ini membuahkan hasil. “Ibu ini untuk ibu”desis hati kecil Julia.
Julia berlari ke bilik guru.Julia mendapatkan Pn Safiza yang sedang duduk di mejanya. “Terima kasih cikgu”itulah kata-kata yang terkeluar dari mulut Julia. Pn Safiza tersenyum melihat Julia berjaya. “Tanpa cikgu tak mungkin nama saya yang tertera paling atas dalam senarai pelajar-pelajar tingkatan dua di papan kenyataan tingkatan dua.” Sambung Julia.
“Julia semua ini adalah hasil dari usaha awak sendiri” ucap Pn Safiza “tapi tanpa cikgu memberi dorongan dan nasihat di saat saya kesusahan tak mungkin saya berjaya mendapa tempat pertama” ujar Julia
Pn Safiza bangun dari tempat duduknya.Pan Safiza mendakap erat Julia.Julia membalas dakapan Pn Safiza. “Terima kasih cikgu” bisik Julia.Kolam air matanya sudah dipenuhi dengan titisan jernih.Air mata kegembiraan membasahi pipinya.
“Safuan,Hana,Sarif mari makan”panggil Julia.Ketiga-tiga adiknya yang sedang bermain diluar segera masuk kerumah apabila terdengar suara kakak mereka.Julia dan adik-adiknya kini hidup sederhana.Pihak sekolah Julia meminta bantuan jabatan kebajikan masyarakat.Julia semakin yakin untuk menghadapi perperiksaan PMR pada tahun yang akan datang.
-TAMAT-
Thursday, March 5, 2009
Di Padang Itu...
Mereka berdiri sepi
merenung nun jauh di sana
Di Lihat...
kepul-kepul awan
berlalu lesu
terkesima di hujung kerdipan mata...
Di padang itu..
mereka berlari
mengejar atau di kejar
mereka sendiri tak tahu
kakinya seolah dikawal
untuk terus memacu langkah
menuju ke garisan...
pengakhiran
D padang itu..
melakar sebuah memori
sepi... riuh...
Segalanya tersimpan
di dada padang itu...
Untukmu.... (dedikasi Buat Cikgu Intan Salwati)
Kaki ku
Langkahku...
Ku hanya mengharapkan restumu...
Di sempadan Waktu..
Ku Ukir kerinduan buatmu..
Acap kali suara semangatmu..
Membakar jiwa kecilku..
Untuk ku jejak langkah..
Ke mercu kejayaan..
Buat Cikgu...
Ku mohon kemaafan..
Andai ada kata-kataku..
mengendang amarahmu..
kerana aku...
Pelajarmu yang terkhilaf...
Tuesday, February 24, 2009
KATA KITA DIA
Orang kata 'jangan gundah'
Dalam kesedihan
Orang kata 'jangan bimbang'
Dalam percintaan
Orang kata 'jangan tepedaya'
Dalam kehidupan
Orang kata 'jangan tersilap'
Aku diam.....
Lalu...
Aku kata...
Aku berasa gundah tanpa kamu...
Aku berasa bimbang kerana kamu...
Aku terpedaya dengan kata-katamu...
Nammun aku tak silap untuk mengenalimu....
PUISI INDAH UNTUK....
Anak-anak polos bermain sepi..
Tawa dalam ketakutan
Tangis dalam penderitaan
Dengar... Hayati...
Lagu nanyian pilu mereka
Bukan mohon simpati
Tapi memberikan luahan hati
Bukan untuk di lihat
Dengan mata-mata simpati sang penipu
Bukan untuk di tangiskan
Airmata palsu sang pembohong....
Tangisan itu takkan berhenti
Dari ratapan pilu anak-anak GAZA
Yang merindui kasih
Bukan dari kekasih
Cukuplah dari yang sudi mengasihi....
Sunday, February 22, 2009
HANYA UNTUKMU
HANYA UNTUKMU
“Hafiz!!” Cikgu Faizura menahan rasa marahnya. Pelajar lelaki itu direnung dengan pandangan tajam. Hatinya sudah cukup sabar dengan pelajar dihadapanya ini. “Apa ni?!” bilik kauseling bergema dengan suara lantang Cikgu Faizura. “Saya tanya apa ini?!!” nada suaranya kian tinggi. Hafiz tunduk memandang lantai. Bukan kali pertama dia berhadapan dengan keadaan ini. Namun entah mengapa setiap kali berhadapan dengan guru berkulit sawo matang ini lidahnya kelu untuk membangkang sepertimana sering dia membangkang guru lain.
“Hafiz, saya bukan suka marah orang. Saya benci untuk marah orang. Tapi, kesabaran saya ada hadnya. Awak tahu, benda ini boleh merosakkan awak. Awak tahu bukan. Hafiz, awak bukan lagi budak kecil. Awak dah tingkata enam. Tahun ini peperiksaan akan berlangsung, kalau awak kena gantung sekolah pelajaran awak akan terganggu” suara Cikgu Faizura semakin mengendur.
Hafiz melangkah lemah pulang ke kelasnya. “Senakal manapun awak, ibu bapa awak tetap sayangkan awak. Hargai kasih sayang mereka. Berikan mereka kegembiraan” kata-kata Cikgu Faizura terus mengacah benak fikiran Hafiz. ‘Peduli apa aku!! Ibu bapa aku tak sayangkan aku pun!!’ bentak hati Hafiz. Hafiz merengus kasar Sepanjang hari itu, Hafiz tidak dapat menumpukan perhatianya. Kata-kata cikgu Faizura terus mengacah-ngacah fikiranya. Saat itu dia terbayang wajah kedua ibu bapanya. Ayahnya yang sibuk dengan kerja. Ibunya yang sibuk dengan persatuan-persatuan wanita koporatnya, dan dia? Anak yang dibiarkan dijaga oleh Mak Mah, orang gaji kepercayaan ibu dan bapanya.
Bunyi loceng menandakan tamatnya sesi persekolahan pada hari itu. Hafiz mencapai kunci kereta kancil hadiah hari jadinya yang ke-18. “Fiz!” sahut satu suara membuatkan Hafiz mematikan langkahnya. “Hah?
“Geng mane?”
“Budak BKB dengan Geng Akob”
“Geng kita?”
“Zam sakit, tak ada orang ganti”
“Kau cakap pada Akob, aku ganti Zam”
“Kau biar betul. Esok sekolah”
“Tak apa, mak bapak aku tak ada di rumah, aku boleh ponteng esok”
“Okay, kau datang rumah aku malam ini, ambil motor Zam”
“Kau ni nak tumpang aku ke? Motor masuk longkang?” tanya Hafiz selamba. “Eh kereta kau ya? Aku ingat pemandu aku tadi” ujar Fakrul sambil tersengeh-sengeh.“Jangan lupa malam ni” pesan Fakrul sambil mengenyitkan matanya.
Di sebalik pohon berdekatan kereta milik Hafiz Cikgu Faizura curi-curi dengar perbualan dua remaja lelaki itu. “Hafiz… Hafiz..” Cikgu Faizura mengatur langkah kearah kereta Proton Waja miliknya. Fikiranya mula merancang sesuatu. ‘Aku harus selamatkan pelajarku daripada terus hanyut’ tekad Cikgu Faizura.
“Hah, datang pun. Aku ingat kau takut” ujar Akob sebaik sahaja motorsikal Hafiz dan Fakrul memasuki tapak permulaan perlumbaan mereka. Setelah mencapai persetujuan mempertaruhkan wang RM 200 setiap seorang perlumbaan dimulakan dengan melalui jalan-jalan tertentu sebelum sehingga sampai ke tempat dimana mereka bermula yang menjadi garisan penamat.
Kemenangan berpihak kepada Hafiz. Malam itu, Hafiz berjaya memenangi duit pertaruhan sebanyak RM600. Namun, geng Akob tidak akur pada kekalahan mereka. Lantas tercetuslah pergaduhan antara geng Akob dan geng Hafiz. “Fiz, cepat lari!!” laung Fakrul. Sepantas kilat, Hafiz melabuhkan punggungnya diatas tempat duduk belakang motorsikal Fakrul. Namun hampir satu kilometer mereka melepaskan diri motorsikal mereka dihadang oleh Geng Akob di suatu persimpangan.
“Hafiz! Fakrul!” laung satu suara. Hafiz dan Fakrul menoleh serentak. Mereka menepis serangan dari geng Akob lalu mengatur langkah seribu kearah suara yang melaungkan suara mereka. Cikgu Faizura melambaikan tangan kearah kedua orang pelajarnya itu. “Cepat!!” laung Cikgu Faizura. Namun, sebaik sahaja mereka memasuki kereta milik Cikgu Faizura, beberapa orang konco-konco Akob menerpa kearah kereta Cikgu Faizura. Kealpaan Cikgu Faizura mengunci pintu kereta menyebabkan pintu keretanya dibuka. Sebatang besi dihayunkan mengenai kepala Cikgu Faizura. Hafiz dan Fakrul kaget melihat kepala Cikgu Faizura berdarah. Namun kecekapan mereka melawan balas membuatkan mereka berjaya menjatuhkan musuh-musuh mereka.
Hafiz menggantikan posisi Cikgu Faizura. Kereta waja milik Cikgu Faizura dipandu laju menuju ke Hospital Besar Kuala Lumpur. Darah yang mengalir pekat dari kepala Cikgu Faizura membuatkan dua orang remaja itu gelisah. “Cikgu, sekejap lagi kita sampai” ujar Fakrul “Se…Sejuk” ujar cikgu Faizura lemah. “Tutup air-cond” arah Fakrul. Jaket hitam yang dipakainya dijadikan selimut untuk cikgu Faizura.
Setibanya di hospital, Cikgu Faizura dibawa ke wad kecemasan. Setelah hampir sejam di situ, doktor yang mengendalikan rawatan untuk Cikgu Faizura muncul. “Macam mana doktor?” Tanya Hafiz. Cemas. “Keadaanya stabil, tapi..” “tapi apa doktor?” pintas Fakrul. Jantungnya berdetak kencang menantikan jawapan dari doktor itu “Dia koma” bagaikan dentuman guruh berdentum menerobos ke gegendang telinga Hafiz dan Fakrul.
Sejak kejadian itu, Hafiz dan Fakrul berubah. Mereka menjadi pelajar yang amat dikagumi oleh para guru. Walaupun mereka tidak pandai, namun sikap mereka yang amat berdedikasi sebagai seorang pelajar membuatkan mereka dikagumi. Namun, hari-hari yang melewati mereka bergitu pantas. Tanpa mereka sedari, peperiksaan akan tiba. Namun, Cikgu Faizura masih sama. Terbaring kaku di katil hospital. Hafiz dan Fakrul melawat Cikgu Faizura setiap hujung minggu dan mereka sentiasa mengikuti perkembangan kesihatan Cikgu Faizura.
Dewan peperiksaan menjadi titik permulaan langkah mereka untuk ke mercu kejayaan. Bersama ilmu yang tersemat di jiwa dan minda mereka bawa semangat cikgu Faizura menghadapi hari-hari peperiksaan. Segala kekhilafan mereka jadikan pengajaran dan kini mereka akan berusaha demi Cikgu Faizura.“Alhamdullilah” kalimah syukur itu terluah di bibir dua remaja itu sebaik sahaja kertas akhir peperiksaan usai dijawab. Namun mereka harus ke hospital untuk menyatakan kegembiraan mereka agar dapat dikongsi bersama Cikgu Faizura.
Masa berputar terus berputar. Masa yang mendebarkan menjelma. Hari keputusan peperiksaan akan diumumkan. “Tiga orang pelajar yang berjaya mendapat pointer 4.00 ialah, Mohammad Hafiz b. Abdullah, Nurul Najihah B Shamsul dan Mohd Fakrul B. Samad” spontan fakrul dan Hafiz melompat kegirangan dengan kejayaan mereka perolehi.
Bunyi telefon Hafiz menyebabkan semua orang terdiam. “Ini Hafiz?” suara parau dihujung talian bertanya. “Ya, saya” “kami pihak hospital, pesakit bernama Faizura Ismail ingin bertemu anda. Keadaanya kritikal” bagaikan dentuman guruh berdesing. Lantas Hafiz menarik tangan Fakrul meninggalkan dewan itu. Semua orang terpegun melihat kejadian itu.
“Hariz, jangan rosakkan diri awak. Cikgu tak mahu awak terjebak dalam lumba haram” kata- kata terakhir Cikgu Faizura bergema dalam minda Hariz. Hari itu Cikgu Faizura menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ternyata amanat terakhir itu menjadi pembakar semangat Cikgu Faizura menentang kesakitanya.
“Dr. Hafiz, sudah tiba masanya naik ke pentas” ujar seorang jururawat Hospital Al-Hafiz. Hafiz melangkah dengan penuh keyakinan. Tepukan gemuruh para hadirin membuatkan dia mengukir segaris senyuman. ‘Terima kasih cikgu’ detik hatinya sebaik sahaja melangkah menaiki pentas yang menjadi tanda kejayaanya.
-TAMAT-